Berburu Bubur Suruh kala Ramadan
Bubur Suruh Tuban
Ramadan waktu itu kami berada di Tuban (26/6/15). Sedang magang kerja di salah satu industri semen. Kami mendapat info dari warga sekitar tentang tradisi unik yang ada di area Makam Sunan Bonang. Sebuah tradisi yang hanya ada ketika Ramadhan. Rasa penasaran pun memuncak, kami memutuskan untuk datang langsung ke lokasi. Menempuh perjalanan sekitar 20 Km atau setengah jam dari lokasi kami.
Akirnya kami sampai di Halaman depan Masjid Astana, Masjid Kuno di area makam Sunan Bonang yang menjadi tempat pembuatan dan pembagian bubur suruh itu. Banyak warga terutama anak – anak sukaria mengantri bubur suruh. Rasa penesaran kami akirnya terobati. Seorang laki - laki ramah (50) mempersilahkan kami mengambil bubur suruh yang sudah disiapkan di bawah pendopo.
Untuk membuat bubur suruh yang melegenda itu dibutuhkan bumbu kusus. Bumbu tesebut merupakan bumbu gulai ala Timur Tengah dengan tambahan daging dan tulang sapi. Menurut juru masak bubur suruh, Bumbu rempah-rempah yang digunakan terdiri dari santan, daging dan tulang sapi, garam, bawang merah, bawang putih, merica, ketumbar dan rempah-rempah. Sedankan bahan pokoknya adalah beras ketan.
Prosesnya, awalnya disiapkan wajan tembaga, yang digunakan untuk memasak air. Sebelum air mendidih, mulai dimasukkan daging dan tulang sapi yang telah disiapkan. Bahan yang adapun diaduk, selanjutnya dimasukkan bawang merah yang sudah diiris-iris, termasuk santan. Baru setelah mendidih, bumbu gulai dituangkan. Karena aromanya mirip Suruh itulah, kemudian bubur ini disebut Bubur Suruh," papar salah seorang warga sekitar. Namun ada versi lain dalam penamaan bubur suruh ini, ada yang mengatakan penamaan bubur suruh karena pembagiannya dilakukan saat sore hari atau dalam bahasa jawa disebut “surup” dan lama kelamaan ejaannya menjadi “suruh”. Entah mana yang benar namun yang pasti bubur suruh memang lezat dengan aroma rempahnya yang kuat.
Kami buka bersama warga sekitar di emper masjid dengan manyantab bubur yang aromanya sangat menggoda itu. Tentu bubur ini rasanya sangat beda dengan bubur pada umumnya. Warnanya kuning kecoklatan sepintas mirip bubur jagung, ada rasa gurih, sdikit asin, pedas ala masakan india atau timur tengah. Bumbunya terasa seperti kari, gule, atau masakan berkuah santan lainya. Teksturnya lembut agak sedikit lengket khas bubur pada umumnya, namun aromanya memang kuat dengan rempah – rempah asli nusantara. Sebagai tambahan berbuka kami mendapat beberapa potong buah pisang, air mineral, serta kopi hangat yang sangat nikmat.
Itulah secuil cerita Ramadhan kami di Bumi Wali. Menikmati tradisi yang menjadi ciri khusus suatu daerah. Sungguh Ramadhan selalu datang penuh berkah.