Guo Lowo Trenggalek, Goa Terpanjang Se-Asia Tenggara
Goa terpanjang dan termegah se-Asia Tenggara, levelnya bukan lagi se-Indonesia. Gelar bergensi tersebut bukan tanpa dasar akan tetapi didapat dari has
Goa Lowo Trenggalek, Goa Terbesar se-Asia Tenggara |
Goa terpanjang
dan termegah se-Asia Tenggara, levelnya bukan lagi se-Indonesia. Gelar bergensi
tersebut bukan tanpa dasar akan tetapi didapat dari hasil penelitian Dr Robert K Kho,
seorang ahli goa ternama asal Prancis.
Terlepas dari
itu saya ingin membuktikannya sendiri. Bagaimana kita bisa percaya kalau belum
mencobanya sendiri. Mencoba melakukan petualangan dan merasakan langsung kemegahan
alam yang satu ini wajib hukumnya untuk diagendakan. “Guo Lowo” merupakan
kosakata Bahasa jawa yang berati Goa Kelelawar.
Lokasinya berada satu jalur
menuju arah Pantai Prigi, tepatnya berada di Desa Watu Agung, Kecamatan Watulimo
Kabupaten Trenggalek. Kurang lebih 30 kilometer menuju arah selatan dari pusat
kota Trenggalek maupun Tulungagung (Jawa Timur).
Perjalanan Menuju “Guo
Lowo”
Goa yang satu ini letaknya memang tidak jauh dari tempat saya tinggal, namun seumur hidup saya belum
pernah sekalipun menginjakan kaki disana. Baru diawal tahun ini (2017) keinginan
itu dapat saya realisasikan.
Perjalanan ini semacam penebus dosa akan keindahan
alam yang sekian lama saya abaikan. Berangkat dengan menggunakan motor, saya
lebih memilih jalan pedesaan yang relatif sepi. Karena berada di
wilayah lembah dan pegunungan, perjalanan menuju Guo Lowo ini terasa lebih
menyenangkan.
Sawah - sawah yang terlukis indah di bawah gunung seakan
mengingatkan saya pada imajinasi masa kecil. Memasuki perbatasan kecamatan
Watulimo sahabat akan menjumpai jalan naik turun dan berkelok - kelok menembus
hutan jati yang terlihat ijo royo - royo.
Jangan kawatir takut kesasar, selain
sudah ada aplikasi google maps, banyak juga papan petunjuk arah yang cukup
informatif menunju lokasi. Sebuah gapura besar di pinggir jalan dengan logo
mirip batman memberikan isyarat bahwa saya semakin
dekat dengan lokasi.
Benar saja setelah melewati gapura tersebut sekitar
100 meter sesudahnya tampak beberapa kendaraan yang parkir. Saya rasa
pemerintah Trenggalek cukup serius mengelola tempat wisata ini, hal itu
terlihat dari tempat parkir yang luas dan penyediaan sarana penunjang lain yang
ditata cukup rapi.
Sebelum Masuk Goa
Setibanya di
lokasi, perhatian saya tertuju pada tulisan besar di sebrang sungai. Warnanya
yang merah menyala dengan tulisan “Guo Lowo” menjadi spot yang cukup menarik
bagi pecinta foto selfi perjalanan. Sebelum melanjutkan, kita diwajibkan
membayar tiket masuk sebesar sepuluh ribu rupiah, harga yang murah untuk
menikmati kemegahan goa terpanjang se-Asia Tenggara.
Petugas selanjutnya
memeriksa karcis - karcis pengunjung, sebelum mengijinkan para pegunjung untuk
melintasi jembatan menuju Goa. Jembatan tersebut menjadi pintu masuk utama,
ukuranya memang tidak besar namun terlihat serasi dengan sungai dan batuan kali
dibawahnya.
Dari atas jembatan itu pula kita dapat puas memandangi tumpukan
batu kali yang tersusun secara alami. Sebuah keindahan patung “Sri Ratu Lowo" yang berdiri kokoh diatas kolam air memaksa saya untuk melanjutkan perjalanan. “Sri
Ratu Lowo” merupakan symbol seorang ratu
dari para kelelawar. Di sekelilingnya terdapat taman bermain anak - anak yang
cukup lengkap.
Selanjutnya ada jalan berpaving panjang yang membelah rimbunya
pohon jati. Jalan tersebut terlihat cukup jauh untuk ditempuh menuju goa. Saya seperti dipaksa
untuk berolahraga kecil di tengah hutan. Langkah demi langkah saya nikmati
sembari mangamati aktifitas pedagang di kios - kios sederhana itu.
Produk
andalanya adalah pisang, hasil bumi yang menjadi ciri khas masyarakat
pegunungan. Ada pula area outbond yang tampak tidak terawat, pada hal kalau diamati
cukup menarik. Batu - batu hitam dan besar berserakan disamping kanan dan kiri jalan namun kokoh
seperti halnya pagar alami. Bisa dibilang suasananya hampir mirip ilustrasi
jaman batu pra-sejarah.
Berturut – turut saya menjumpai patung Lowo Cokro dan
yang terakir Lowo Godo. Patung tersebut simbol dari panglima dan maha patih.
Semua di gambarkan bersayap menyerupai kelelawar. Hampir seratus
meter lebih kaki melangkah menyusuri jalan berpaving di tengah hutan jati. Tiba
saatnya sampai di depan dua persimpangan. Mungkin yang baru pertama kali ketempat inu akan
merasa bingung, karena semua mengarah pada satu tujuan yang sama.
Dari papan petunjuk yang saya
baca jika memilih jalan sebelah kiri maka akan melewati jalan naik turun dengan
bonus spot batu kura - kura dan batu gantung. Sedangkan pada sebelah kanan
adalah trowongan dengan jalan mendatar.
Saya sempat bingung juga, namun sebagai
orang jawa tulen saya diajarkan untuk memulai sesuatu dari yang kanan. Alhasil
trowongan itu saya pilih terlebih dahulu, cukup panjang bahkan saya
sempat mengira ini goanya. Ternyata tebakan saya salah, terowongan tersebut
hanya bagian dari jalan menuju goa yang sesungguhnya.
Berada di dalam Goa
Terpanjang se-Asia Tenggara
Untuk bisa sampai di mulut “Guo Lowo” saya masih harus
melangkahkan kaki beberapa meter lagi dari trowongan sebelumnya, hingga bertemu
tangga batu menurun. Tampak dari atas sebuah lubang batu menganga dengan
megahnya.
Beberapa orang petugas penjaga sedang sigap berdiri tepat di kursi -
kursi permanen. Satu persatu anak tangga segera saya lewati, tidak sabar
rasanya untuk membuktikan gelar bergengsi goa ini. “langsung masuk saja mas” kalimat
tersebut spontan terlontar oleh salah satu petugas penjaga ketika saya
menyodorkan tiket.
Suasana di depan Goa Lowo Trenggalek |
Sensasi di dalam Goa Lowo |
Bayangan saya tentang goa yang sumpek dan panas atau jauh
dari kenyamanan seketika sirna. Baru masuk beberapa meter saja suasananya
terasa sejuk karena ukurannya yang lumayan besar. Agak sedikit lembab tapi
tetap nyaman untuk di telusuri. Menurut hasil penelitian Goa Lowo memiliki
panjang 2 Km bahkan ada yang mengatakan lebih dari itu. Namun untuk saat ini
area yang bisa dinikmati pengunjung hanya 850 meter.
Selebihnya untuk mengeksplorasi goa lebih jauh lagi maka pengunjung harus manyelam sungai bawah tanah yang diperkirakan memiliki kedalaman 10 meter. Terus bagaimana kondisi jalan di dalam goa ? Ini yang patut di apresiasi pengelola sudah membangun sebuah jalan setapak dari beton yang kokoh sepanjang kurang lebih 850 meter untuk memudahkan pengunjung menyusuri goa.
Jalan setapak dengan lebar 1 meter tersebut
dilengkapi pagar besi di samping kiri dan kanannya. Yang membuat nyaman dari goa
ini sebenarnya adalah ukuran ruangan yang lumayan besar yaitu 20 s/d 50 meter antara bagian bawah
dengan langit - langit goa.
Tidak perlu membawa senter dari rumah, meskipun di
dalam goa penerangannya cukup nyaman. Pengelola sudah memasang lampu - lampu di
jalan setapak dan di dinding - dinding goa. Lampu ini juga yang menambah kesan artistik,
sorotan cahaya lampu memang sengaja diatur pada batu - batu yang unik.
Saya semakin betah berlama - lama di dalam goa ini, menyusuri sedikit demi sedikit jalan setapak yang berkelok - kelok eksotis di tengah dinding goa. Ada pula Stalaktit (mineral sekunder yang menggantung di langit-langit goa kapur) dan Stalagmite (batuan yang terbentuk di lantai goa karena terkena tetesan air di langit-langit goa) dan keduanya masih aktif atau berpotensi tumbuh lebih panjang.
Stalaktit dan Stalagmit di goa lowo ini memiliki banyak bentuk – bentuk unik dan menyerupai benda – benda tertentu. Saya rasa hal ini juga sangat cocok untuk dijadikan wisata edukasi.
Semakin saya kedalam suara – suara air menetes dari beberapa stalaktit dan aliran sungai bawah tanah terdengar begitu jelas. Suaranya seperti musik rileksasi yang terdengar nyaman di telinga. Saya juga sempat merasakan segarnya air goa tersebut, rasanya segar untuk cuci muka.
Di beberapa tempat kita juga akan merasakan seperti gerimis kareana air dari atas goa yang mengalir tipis - tipis, air itu mungkin dari resapan akar pohon.
Jalan Setapak yang terlihat kokoh untuk petua |
Kondisi jalan yang basah karena air yang mengalir dari langit - langit goa |
Suasana nyaman di dalam goa |
Foto di bawah lampu yang cantik |
Salah satu stalagtit dan stalagmit di goa lowo |
Masih di dalam goa saya dibuat terpesona oleh lampu berwarna kuning bertuliskan “goa lowo” berbentuk gapura kecil di jalan setapak yang saya lewati. Tampak menawan dan paling terang di dalam ruangan gowa tersebut. Entah sudah berapa ratus meter yang sudah saya lampaui, yang pasti badan sudah terasa berkeringat.
Goa Lowo saya akui memang panjang namun tetap asik dan dijamin tidak mebosankan untuk dijelajahi. Ditengah perjalanan saya di hentikan di sebuah tempat mirip aula seukuran lapangan futsal, luas dan lebar bahkan ada tempat duduk dan mejanyanya layaknya tempat bersantai ria di kafe -kafe. Pantaslah goa ini mendapat gelar goa terbesar se-Asia Tenggara.
Di ruangan yang mirip aula tersebut pengunjung bisa beristirahat sejenak sambil mengamati jalan yang sudah ditempuh sebelumnya. Kita juga bisa bermain air di pinggir ruangan yang mirip seperti irigasi disawah – sawah.
Sarang Kelelawar dan Lubang Matahari
Setelah cukup lama beristirahat saya pun berniat melanjutkan petualangan menuju spot selanjutnya. Dari aula istirahat jalan setapak yang harus ditempuh menuju Lubang Matahari adalah 200 meter. Itu sesuai papan penunjuk arah yang dipasang di ujung ruangan istirahat. Aroma kotoran kelelawar mulai tercium samar - samar.
Semakin mendekat semakin tajam, namun saya sendiri masih bingung mencari sumber bau tidak sedap tersebut. Teka teki terpecahkan setelah tanpa sengaja tangan saya menyentuh kotoran di pagar besi jalan setapak. Sontak pandangan saya langsung menuju langit - langit goa. Ratusan atau mungkin ribuan kelelawar terlihat sedang asik bergelantungan di atas langit - langit goa.
Mereka inilah penghuni sejati tempat ini. Tempat yang lembab dan cukup membuat hidung pengunjung tidak nyaman. Kita juga harus berhati – hati karena kotoran kelelawar bisa sewaktu - waktu jatuh diatas kepala. Hal itu karena posisi jalan yang berada tepat dibawah markas besar lowo (kelelawar).
Saya dan beberapa pengunjung lain tetap nekat menerobos jalan tersebut. Perjalanan masih belum usai samapi jalan setapak yang saya pijak ini tuntas. Dari sini suara aliran sungai terdengar lebih jelas, oh sungguh keren ciptaan Tuhan ini.
Sulit dibayangkan bagaimana rumitnya aliran air tersebut berjalan di dalam perut bumi. Akhirnya saya terhenti di posisi paling ujung jalan setapak itu. Ini artinya petualangan tidak bisa dilanjutkan lagi, karena medannya yang berbeda. Saya seperti berada di dunia lain, tampak asing tapi menarik untuk dinikmati.
Di penghujung jalan setapak ini juga merupakan spot yang paling banyak membuat penasaran pengunjung karena terdapat lubang matahari. Lubang ini berupa rongga berdiameter kurang lebih 1 meter yang menghubungkan dengan dunia luar dan tentu saja sinar matahari.
Jika saya amati lubang tersebut memang cukup tinggi dan terlalu kecil sehingga cahanyanya tidak terlalu berpengaruh. Mungkin memang desain yang sesuai sebagai pintu rumah bagi kumpulan lowo yang berada di dalam goa.
Batu Gantung dan Batu Kura – Kura
Jalan untuk kembali pulang setelah menyusuri kedalam guo lowo ini adalah sama dengan jalur masuk sebelumnya. Itu artinya kita harus kembali menempuh 850 meter jalan setapak lagi. Anggap saja sekedar olahraga kecil, dan untuk perjalanan pulang ini saya lebih memilih santai.
Yang sepesial adalah saya menempuh jalur berbeda yaitu lewat batu gantung dan batu kura – kura setelah keluar dari mulut goa. Sebenarnya letaknya berada di dekat trowongan waktu pertama kita masuk.
Batu Gantung ternyata adalah sebuah batu besar yang ditopang batu lainya, namun terlihat seperti mengambang. Dibawah batu gantung ini dibuat tangga keatas menuju Batu Kura - Kura. Banyak pengunjung termasuk saya yang berebut untuk berfoto di bawah batu gantung ini. Bentunya memang eksotis dan unik, bahkan bisa dibilang aneh.
Tidak jauh dari batu gantung saya mendapati batu yang sekilas menmang mirip kura - kura. Meskipun ditumbuhi lumut dan berbagai tanaman namun masih terlihat jelas bentuk kepala dan tempurungnya. Dari lokasi batu kura - kura pengunjung bisa melihat pmandangan dari atas bukit, lalau lalang orang menuju goa, dan menikmati udara alam bebas.
Perjalanan saya akhiri dengan membeli pisang rebus dan minuman untuk melepas dahaga. Secara keseluruhan saya dapat menyimpulkan goa Lowo memang ramah untuk pengunjungnya. Banyak pelajaran yang saya dapat, tentang sesuatu yang baru, tentang keunikan alam dan pembuktian goa terpanjang se-Asia Tenggara.
Jangan hanya menikmati, atau sekedar mengagumi kita harus tetap bersama menjaga alam. Mulai dari yang sederhana tidak membuang sampah sembarangan dan tetap setiap menjaga kelestarian alam. Salam dari Trenggalek kota kecil penuh keindahan …..